Jumat, 11 Juni 2010

Shalat sebagai Sarana Memerangi Syaitan


Shalat adalah sebuah amal saleh, dengan mengamalkannya manusia menjadi jauh dari kelemahan syaitani. Dan karena itulah ia diberi nama doa. Syaitan menghendaki agar manusia lemah atau malas dalam menunaikan shalat. Karena syaitan tahu bahwa melalui ibadah shalat inilah manusia akan banyak memperoleh kemajuan. Dan melalui ibadah shalat inilah merupakan syarat bagi manusia untuk menjadi suci bersih. Selama manusia masih bergelimang dengan benda-benda kotor didalam dirinya selama itu pulalah syaitan akan terus mencintainya.
Teruslah secara berkesinambungan dalam usaha untuk menanamkan kecintaan terhadap Tuhan didalam hati sanubari. Dan untuk itu tidak ada amalan lain yang lebih baik dari pada ibadah shalat. Sebab ibadah puasa dilakukan setahun sekali dan zakat hanya orang yang memenuhi syarat nisab yang boleh membayarnya. Sedangkan ibadah shalat setiap tingkatan manusia diharuskan menunaikannya lima kali sehari semalam. Oleh sebab itu janganlah sekali-kali mensia-siakan ibadah shalat itu. Tunaikanlah berulang kali dengan pemahaman bahwa aku sedang berdiri dihadapan Zat Yang Maha Gagah Perkasa, jika Dia menghendaki maka sekarang juga Dia akan mengabulkan permohonan do’a kita pada sa’at ini juga. Tuhan tidak seperti hakim duniawi yang memerlukan sebuah khazanah atau harta banyak dalam menjalankan tugasnya. Kadanga-kadang ia takut kalau-kalau khazanah menjadi kosong habis isinya. Dan ia takut dari kemiskinan. Sedangkan khazanah Allah swt selalunya tetap penuh isinya setiap waktu.
Apabila seorang mukmin berdiri dihadapan Tuhan, ia hanya memerlukan keyakinan yang kuat untuk memenuhi hajatnya bahwa ia yakin dengan sesungguhnya bahwa dia sedang berdiri dihadapan Tuhan Yang Sami’, Alim dan Khabiir serta Qadir, jika Dia menghendaki tentu Dia akan memberi segala sesuatu yang dia mohon dari pada-Nya pada waktu itu juga. Hendaknya ia berdo’a sambil merendahkan diri, jangan merasa putus asa dan jangan punya prasangka buruk bahwa Dia tidak akan mengabulkan do’anya. Jika ia tidak berlaku demikian dan merasa yakin kepada pertolongan-Nya maka ia akan segera menyaksikan keadaan yang menyenangkan dan karunia-Nya juga akan turun kepadanya. Dan dengan sendirinya ia akan mendapatkan Allah swt juga.
Itulah cara-cara yang harus dilakukan. Akan tetapi do’a orang-orang zalim dan fasiq tidak akan pernah dikabulkan, sebab mereka itu sentiasa mengabaikan hukum-hukum Allah swt. Dan Allah swt juga mengabaikan mereka. Jika seorang anak tidak menghiraukan orang-tuanya sendiri dan tidak takut kepada mereka tentu orang-tua juga tidak akan sungguh-sungguh menghiraukan-nya. Jika demikian maka mengapa Tuhan harus menghiraukan-nya?
Jadi senjata yang diperlukan untuk memerangi syaitan adalah shalat. Dan syaitan selalu siap untuk merampas pikiran orang mukmin supaya jangan melaksanakan shalat itu. Maka seperti halnya seorang tentera yang baik tidak pernah membiarkan apa yang terkandung didalam pikirannya akan terlintas didalam pikiran musuh. Seorang mukmin sejati juga tidak akan lengah dari macam pikiran seperti itu. Sudah menjadi fitrat insani, bahwa pikiran sering tertuju kearah perkara yang buruk secara berulang-ulang. Oleh sebab itu untuk menjaganya juga memerlukan satu amal atau usaha secara dawam.  Dan cara untuk pengawalannya secara tetap, untuk meneruskan usaha secara berkesinambungan telah diberitahu oleh Allah swt, yaitu jagalah shalat baik-baik. Sebagaimana firman-Nya :
Peliharalah semua shalat dan khususnya shalat tengah-tengah, dan berdirilah dihadapan Allah dengan patuh! (QS.Al- Baqarah : 239).

Sabtu, 29 Mei 2010

Angry . . . . ?? "No"

Oleh: Abdullah Saleh Hadrami

الحديث السادس عشر
عــن أبـي هـريـرة رضي الله عــنـه ، أن رَجُــلاً قـــال للـنـبي صلى الله عـلـيـه وعلى آله وسـلـم : أَوْصِــنِي .
قال :( لاَ تَغْضَبْ ) فَرَدَّدَ مِرَارًا ، قال : ( لاَ تَغْضَبْ) .
رواه البخاري [ رقم : 6116 ].


Dari Abu Hurairah Radhiallahu Anhu, bahwasanya seseorang berkata kepada Nabi Shallallahu Alaihi Wasalam:
Berilah aku wasiat?.
Nabi Shallallahu Alaihi Wasalam bersabda:
?Janganlah engkau marah?.
Orang tersebut mengulangi permintaannya hingga beberapa kali, sedang Nabi Shallallahu Alaihi Wasalam bersabda:
?Janganlah engkau marah?.
(HR. Bukhari).


Syarh dan Kandungan Hadis:

1. Seorang muslim hendaklah selalu saling menasehati dan mencari pintu-pintu kebaikan.

2. Adakalanya seseorang perlu mengulang-ulang pembicaraannya sehingga dipahami oleh pendengar dan dirasakan pentingnya.

3. Anjuran untuk selalu melakukan tarbiyah (pembinaan) dengan suri tauladan dan contoh yang baik.

4. Orang-orang shaleh selalu rindu akan surga dan berusaha mencari jalan menuju kepadanya.

5. Disyari?atkan agar seorang muslim meminta taushiah (wasiat) kepada orang yang lebih alim daripadanya.

6. Tidak mengapa mengulang-ulang pertanyaan apabila seseorang beranggapan bahwa jawabannya belum cukup atau beranggapan bahwa yang ditanya belum memahami pertanyaannya atau dia ingin agar lebih jelas lagi.

7. Sikap santun dan menguasai diri adalah jalan kesuksesan dan keridhaan sedangkan marah adalah sumber segala keburukan dan selamat dari sifat pemarah adalah sumber kebaikan.

8. Marah adalah tanda lemahnya seseorang dan santun adalah tanda kuatnya.

9. Seorang muslim yang benar selalu menghiasi dirinya dengan sifat santun dan malu, mengenakan pakaian tawadhu? dan menjadikan manusia cinta kepadanya, tampak atasnya sifat-sifat kegagahan seperti, ketabahan, menahan diri untuk tidak mengganggu dan memaafkan ketika mampu untuk membalas.

10. Hendaklah para da?i memahami psikologi masyarakat sekitarnya dan mengetahui penyakit-penyakit mereka dan obatnya.

11. Apabila marah itu karena Allah maka itu adalah marah yang terpuji, yaitu ketika dilanggar kehormatan-kehormatan Allah.

12. Marah ada dua macam: Terpuji dan tercela.

- Marah yang terpuji adalah marah yang dilakukan karena Allah, bertujuan kebaikan dan memberikan pelajaran, tidak melampaui batas, tidak mengeluarkan kata-kata kotor dan jorok, terkontrol dan bukan melampiaskan emosi dan hawa nafsu dll.

- Marah yang tercela adalah marah yang dilakukan bukan karena Allah, tidak memberikan pelajaran, melampaui batas, mengeluarkan kata-kata kotor dan jorok, tidak terkontrol, bertujuan melampiaskan emosi dan waha nafsu.

13. Diantara penyebab marah adalah: Sombong, saling membanggakan diri, menghina dan mengolok-olok, banyak bercanda, berdebat, ikut campur dalam permasalahan yang tidak ada kepentingannya dan tamak untuk mendapatkan harta dan kedudukan dll.

14. Diantara sarana menanggulangi marah adalah: Berdoa kepada Allah, banyak berdzikir kepada Allah, melatih diri untuk berhias dengan akhlak mulia seperti santun, tegar dan tenang, berusaha untuk menguasai diri apabila dibuat marah oleh orang lain, berlindung kepada Allah dari godaan syaitan terkutuk, merubah keadaannnya ketika sedang marah yaitu hendaklah duduk apabila sebelumnya berdiri dan merebahkan diri apabila sebelumnya duduk, tidak berbicara ketika sedang marah, berwudhu, mengingat-ingat keutamaan orang-orang yang menahan amarahnya dan hendaklah memberikan hak-hak badan secara benar seperti tidur dan istirahat dll.

15. Doa orang yang sedang marah adakalanya dikabulkan apabila bertepatan waktu mustajab, oleh sebab itu orang yang sedang marah dilarang berdoa keburukan untuk dirinya, hartanya atau orang lain.

Air Mata Orang-Orang Shalih

Dari Sufyan ats-Tsauri -Rahimahullah bahwa ia berkata, "Aku menemui Ja'far ash-Shadiq Rahimahullah lalu aku katakan kepadanya, 'Wahai putra Rasulullah, berwasiatlah kepadaku!'
Beliau berkata:
"Wahai Sufyan, orang yang banyak dusta tidak punya harga diri, orang yang banyak dengki tidak memiliki ketentraman, orang yang suka bosan tidak punya saudara, dan orang yang buruk akhlaknya tidak punya penolong."
Aku berkata, 'Wahai putra Rasulullah, tambahkan kepadaku.'
Beliau berkata:
"Wahai Sufyan, jauhilah hal-hal yang diharamkan Allah, maka kamu menjadi seorang 'abid (ahli ibadah).
Ridhalah dengan apa yang Allah bagikan kepadamu, maka kamu menjadi seorang muslim (yang sejati).
Pergaulilah manusia dengan apa yang kamu suka bila mereka memperlakukanmu, maka kamu menjadi seorang mukmin (yang sejati), dan jangan bergaul dengan orang yang suka berbuat dosa sehingga ia mengajarkan perbuatan dosanya ke-padamu.
Seseorang itu tergantung agama kekasihnya. Oleh karena itu hendaklah salah seorang dari kalian memperhatikan, dengan siapakah ia bergaul.
Dan mintalah saran dalam urusanmu kepada orang-orang yang takut kepada Allah."
Aku berkata, 'Wahai putra Rasulullah, tambahkan kepadaku!'
Beliau berkata:
"Wahai Sufyan, barangsiapa yang ingin hidup mulia dengan tanpa sanak kerabat,
dan kewibawaan tanpa kekuasaan,
maka hendaklah ia keluar dari kehinaan kemaksiatan menuju kemuliaan ketaatan."
Aku katakan, 'Wahai putra Rasulullah, tambahkan kepadaku!'
Beliau berkata:
"Ayah mendidikku dengan tiga perkara, beliau berkata kepadaku, 'Wahai putraku, barang-siapa yang berteman dengan teman yang buruk maka ia tidak akan selamat,
barangsiapa yang memasuki gerbang keburukan maka ia akan dituduh (telah melakukan keburukan)
dan barangsiapa yang tidak bisa menahan lisannya maka ia akan menyesal'."

Zainal Abidin bin Ali bin al-Husain Rahimahullah jika berwudhu dan selesai dari wudhunya, maka ia ketakutan. Ketika dia ditanya mengenai hal itu, maka dia menjawab, "Kasihan kalian, tahukah kalian kepada siapa aku akan berdiri dan kepada siapa aku hendak bermunajat?"

Al-Mughirah berkata, "Aku keluar pada suatu malam setelah manusia sudah tidur pulas. Ketika aku melewati Malik bin Anas RA, ternyata aku berdiri bersamanya untuk melaksanakan shalat. Ketika selesai dari membaca al-Fatihah, ia mulai membaca,
'Bermegah-megahan telah melalaikan kamu' (At-Takatsur: 1)

hingga sampai ayat,
'Kemudian kamu pasti akan ditanyai pada hari itu tentang kenik-matan (yang kamu megah-megahkan di dunia itu),' (At-Taka-tsur: 8)

Maka ia menangis dalam waktu yang lama. Ia terus membacanya berulang-ulang dan menangis. Apa yang aku dengar dan aku lihat darinya telah melupakanku dari keperluanku yang karena-nya aku keluar. Aku masih tetap berdiri, sedangkan dia terus membacanya berulang-ulang sambil menangis hingga terbit fajar. Ketika ia mengetahui sudah fajar, maka ia rukuk. Kemudian aku pulang ke rumah, lalu berwudhu, lalu berangkat kembali ke masjid. Ternyata ia sedang berada di majelisnya dan orang-orang berada di sekitarnya. Pada pagi harinya, aku memandangnya. Ternyata aku melihat wajahnya telah diliputi cahaya dan keindahan."

Al-Hafizh Ibnu Asakir meriwayatkan bahwa asy-Syafi'i suatu hari membaca firmanNya,
"Ini adalah hari keputusan; (pada hari ini) Kami mengumpulkan kamu dan orang-orang yang terdahulu. Jika kamu mempunyai tipu daya, maka lakukanlah tipu dayamu itu terhadapKu. Kecelakaan yang besarlah pada hari itu bagi orang-orang yang men-dustakan." (Al-Mursalat: 38-40).

Maka ia terus menangis sampai pingsan; Semoga Allah merahmatinya.*
Umar bin Abdil Aziz RA berkata kepada seorang ulama, "Berilah nasihat kepadaku!" Ulama itu berkata, "Bertakwalah ke-pada Allah karena engkau akan mati." Umar berkata, "Tambah-kan kepadaku!" Ia berkata, "Tidak ada seorang pun dari nenek moyangmu hingga Adam melainkan telah merasakan kematian. Dan kini tiba giliranmu." Umar pun menangis karenanya.

Umar bin Abdil Aziz RA biasa mengumpulkan para ulama dan fuqaha' pada setiap malam untuk saling mengingatkan kematian dan Kiamat. Kemudian mereka menangis seolah-olah ada jenazah di tengah-tengah mereka.

Mu'adzah al-Adawiyyah RA jika tiba siang hari, ia berkata, "Ini adalah hari di mana aku akan mati." Lalu ia tidak tidur hingga sore hari. Ketika tiba malam hari, ia berkata, "Ini adalah malam di mana aku akan mati." Lalu ia tidak tidur kecuali sebentar. Ia shalat dan menangis hingga pagi. Ia pernah berkata, "Sungguh mengherankan bagi mata yang selalu tidur, padahal ia telah mengetahui akan adanya tidur panjang di dalam kubur yang gelap."

Hammad bin Salamah berkata, "Tsabit membaca,
'Apakah kamu kafir kepada (Rabb) yang menciptakan kamu dari tanah, kemudian dari setetes air mani, lalu Dia menjadikan kamu seorang laki-laki yang sempurna,' (Al-Kahfi: 37)
pada shalat malam sambil menangis dan mengulang-ulangnya."

Tsabit al-Bunani RA berkata, "Tidak ada sesuatu pun yang aku jumpai dalam hatiku yang lebih lezat daripada qiyamul lail. Seandainya kaum yang celaka mencobanya, niscaya mereka mengetahui rahasia kebahagiaan yang sebenarnya."

Hammad bin Zaid berkata tentang Tsabit al-Bunani, "Aku melihat Tsabit menangis hingga tulang-tulang rusuknya berselisih." Raghib al-Qathan menuturkan dari Bakr al-Muzani, "Barangsiapa yang ingin melihat orang yang paling gemar ber-ibadah di zamannya, maka lihatlah Tsabit al-Bunani."

Qatadah berkata, " Menjelang kematiannya,Amir bin Qais RA menangis. Ditanyakan kepadanya, 'Apakah yang membuat-mu menangis?' Ia menjawab, 'Aku tidak menangis karena bersedih terhadap kematian dan tidak pula karena menginginkan harta duniawi. Tetapi aku menangisi kehausan di tengah hari (yakni puasa) dan qiyamul lail."
Ibunya berkata kepadanya pada suatu hari, "Orang-orang sedang tidur, mengapa kamu tidak tidur?" Ia menjawab, "Neraka Jahanam tidak membiarkanku tidur."

Tsabit al-Bunani RA berkata, "Kami pernah menyaksikan beberapa jenazah, maka kami tidak menyaksikan mereka kecuali dalam keadaan menangis. Demikianlah rasa takut mereka kepada Allah SWT."

Ketika saudara Malik bin Dinar meninggal, Malik keluar mengikuti jenazahnya dengan menangis seraya berkata, "Demi Allah, aku tidak terhibur hingga aku tahu ke mana engkau kembali, dan aku tidak tahu selagi aku masih hidup."

Seorang shalih berkata, "Aku berjalan bersama Sufyan ats-Tsauri , tiba-tiba seorang pengemis datang kepadanya, sedangkan dia tidak memiliki sesuatu untuk diberikan, maka Sufyan menangis. Aku bertanya, 'Apakah yang membuatmu menangis?' Dia menjawab, 'Suatu musibah bila seseorang mengharapkan kebaikan darimu tapi ia tidak mendapatkannya'."

Senin, 24 Mei 2010

Rasa Kasih Terlihat dalam Mata

Sore itu adalah sore yang sangat dingin di Virginia bagian utara, berpuluh-puluh tahun yang
lalu. Janggut si orang tua dilapisi es musim dingin selagi ia menunggu tumpangan
menyeberangi sungai. Penantiannya seakan tak berakhir. Tubuhnya menjadi mati rasa dan
kaku akibat angin utara yang dingin.

Samar-samar ia mendengar irama teratur hentakan kaki kuda yang berlari mendekat di atas
jalan yang beku itu. Dengan gelisah iamengawasi beberapa penunggang kuda memutari
tikungan.

Ia membiarkan beberapa kuda lewat, tanpa berusaha untuk menarik perhatian. Lalu, satu lagi lewat, dan satu lagi. Akhirnya, penunggang kuda yang terakhir mendekati tempat si orang tua yang duduk seperti patung salju.

Saat yang satu ini mendekat, si orang tua menangkap mata si penunggang...dan ia pun berkata,
"Tuan, maukah anda memberikan tumpangan pada orang tua ini ke seberang ? Kelihatannya
tak ada jalan untuk berjalan kaki."

Sambil menghentikan kudanya, si penunggang menjawab, "Tentu. Naiklah." Melihat si orang
tua tak mampu mengangkat tubuhnya yang setengah membeku dari atas tanah, si penunggang
kuda turun dan menolongnya naik ke atas kuda.

Si penunggang membawa si orang tua itu bukan hanya ke seberang sungai, tapi terus ke
tempat tujuannya, yang hanya berjarak beberapa kilometer. Selagi mereka mendekati pondok
kecil yang nyaman, rasa ingin tahu si penunggang kuda atas sesuatu, mendorongnya untuk
bertanya,

"Pak, saya lihat tadi bapak membiarkan penunggang2 kuda lain lewat, tanpa berusaha meminta
tumpangan. Saya ingin tahu kenapa pada malam musim dingin seperti ini Bapak mau menunggu
dan minta tolong pada penunggang terakhir. Bagaimana kalau saya tadi menolak dan
meninggalkan bapak di sana?"

Si orang tua menurunkan tubuhnya perlahan dari kuda, memandang langsung mata si
penunggang kuda dan menjawab, "Saya sudah lama tinggal di daerah ini. Saya rasa saya cukup
kenal dengan orang."

Si orang tua melanjutkan, "Saya memandang mata penunggang yang lain, dan langsung tahu
bahwa di situ tidak ada perhatian pada keadaan saya. Pasti percuma saja saya minta
tumpangan.

Tapi waktu saya melihat matamu, kebaikan hati dan rasa kasihmu terasa jelas ada pada dirimu. Saya tahu saat itu juga bahwa jiwamu yang lembut akan menyambut kesempatan untuk memberi saya pertolongan pada saat saya membutuhkannya."

Komentar yang menghangatkan hati itu menyentuh si penunggang kuda dengan dalam. "Saya
berterima kasih sekali atas perkataan bapak", ia berkata pada si orang tua. "Mudah-mudahan
saya tidak akan terlalu sibuk mengurus masalah saya sendiri hingga saya gagal menanggapi
kebutuhan orang lain.."
Seraya berkata demikian, Thomas Jefferson, si penunggang kuda itu, memutar kudanya dan
melanjutkan perjalanannya menuju ke Gedung Putih.
The Sower's Seeds - Brian Cavanaugh.

Kau tak akan pernah tahu kapan kau akan memerlukan orang lain, atau kapan seseorang
memerlukanmu. Kebijakan dari seluruh hidupmu melukis sebuah citra dimatamu, yang
membantu orang lain melihat, menemukan pertolongan yang ia butuhkan, dan bahwa masih ada
keutamaan lain di dunia ini dari pada sekedar peduli dengan dirimu sendiri, yaitu
kepedulianmu pada orang lain, sahabatmu atau benar-benar orang lain.

Maka bila ada sahabat atau seseorang memerlukan perhatian atau bantuanmu, atau meminta
maaf atas satu kesalahan, itu karena ia menghormati dan menghargai kebaikan yang pasti ada
dalam jiwamu. Kau dapat menghormati juga permintaan itu, atau kau meninggalkannya di
tengah jalan sendirian.

Senin, 10 Mei 2010

Membiasakan Berbuat Baik

Dalam suatu hadits qudsi, Allah SWT berfirman “Jikalau seseorang hamba itu mendekat padaKu sejengkal, maka Aku mendekat padanya sehasta dan jikalau ia mendekal padaKu sehasta, maka Aku mendekat padanya sedepa. Jikalau hamba itu mendatangi Aku dengan berjalan, maka Aku mendatanginya dengan bergegas.” (HR. Bukhari)
Didalam melihat jalan hidup masyarakat di sekitar kita, bisa kita lihat bahwa beberapa orang mempunyai kecenderungan tertentu. Orang yang terbiasa berbuat maksiyat, maka dari hari kehari dia akan semakin terjerumus kedalam lembah yang hitam. Sebaliknya orang yang suka sholat berjamaah ke masjid, maka dia akan ramah ke tetangganya, rutin berinfaq dan bahagia kehidupan keluarganya.
Semakin seseorang memperbanyak dan membiasakan berbuat baik, maka semakin banyak terbuka pintu-pintu kebaikan yang lain. Hal ini sesuai dengan hadits qudsi diatas bahwa semakin tinggi intensitas dan kualitas ibadah kita kepada Allah SWT maka semakin dekatlah kita dengan-Nya.
Salah satu kunci kesuksesan hidup kita adalah bagaimana kita membiasakan berbuat baik. Semakin kita terbiasa berbuat baik, maka semakin mudah jalan kita untuk mencapai kebahagiaan hidup. Agar manusia terbiasa beribadah, maka beberapa ibadah dilakukan berulang dalam kurun waktu tertentu seperti sholat lima kali dalam sehari, puasa sunnah dua kali seminggu dan sholat jum’at sekali sepekan.
Permasalahan awal yang biasanya ditemukan dalam melakukan sesuatu yaitu dalam memulainya. Memulai suatu aktifitas terkadang lebih berat dibandingkan ketika melaksanakannya. Maka ketika kita mendorong mobil yang mogok, akan diperlukan tenaga yang besar saat sebelum mobil bergerak. Setelah mobil tersesebut bergerak, diperlukan daya dorong yang kecil. Ada juga sifat kita yang menunda perbuatan baik, padahal perbuakan baik janganlah ditunda. Kalau kita ada keinginan untuk menunda, maka tundalah untuk menunda. Hal ini seperti yang disampaikan Rasulullah saw:
“Bersegeralah untuk beramal, jangan menundanya hingga datang tujuh perkara. Apakah akan terus kamu tunda untuk beramal kecuali jika sudah datang: kemiskinan yang membuatmu lupa, kekayaan yang membuatmu berbuat melebihi batas, sakit yang merusakmu, usia lanjut yang membuatmu pikun, kematian yang tiba-tiba menjemputmu, dajjal, suatu perkara gaib terburuk yang ditunggu, saat kiamat, saat bencana yang lebih dahsyat dan siksanya yang amat pedih.” (HR. Tirmidzi)
Salah satu cara untuk mempermudah kita dalam memulai suatu amal ibadah adalah dengan mengetahui akan besarnya manfaat yang akan dirasakan. Segala hambatan atau godaan untuk tidak melaksanakan kebaikan tersebut akan bisa dilewatkan dengan keyakinan yang kuat. Oleh sebab itu, kita wajib untuk mencari ilmu tentang fadhilah (kelebihan) dari suatu amalan atau ibadah. Bahkan untuk menguatkan hati, kita juga perlu mencari ilmu secara berulang kali. Bahkan beberapa pengulangan dalam Al Quran digunakan agar manusia semakin ingat.

“Dan sesungguhnya dalam Al Quran ini Kami telah ulang-ulangi (peringatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan peringatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari.” (QS. Al Israa’ 41)
Jadi, mulailah perbuatan baik yang ingin anda lakukan sekarang dan jangan ditunda. Kalau belum yakin, perluas dan perdalam ilmu agar kita semakin yakin.

Jumat, 07 Mei 2010

Detik-detik Rasulullah SAW menjelang sakratul maut

Ada sebuah kisah tentang totalitas cinta yang dicontohkan Allah lewat kehidupan Rasul-Nya. Pagi itu, meski langit telah mulai menguning,burung-burung gurun enggan mengepakkan sayap.

Pagi itu, Rasulullah dengan suara terbata memberikan petuah, "Wahai umatku, kita semua ada dalam kekuasaan Allah dan cinta kasih-Nya. Maka taati dan bertakwalah kepada-Nya. Kuwariskan dua hal pada kalian, sunnah dan Al Qur'an. Barang siapa mencintai sunnahku, berati mencintai aku dan kelak orang-orang yang mencintaiku, akan bersama-sama masuk surga bersama aku."

Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang teduh menatap sahabatnya satu persatu. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca, Umar dadanya naik turun menahan napas dan tangisnya. Ustman menghela napas panjang dan Ali menundukkan kepalanya dalam-dalam. Isyarat itu telah datang, saatnya sudah tiba.

"Rasulullah akan meninggalkan kita semua," desah hati semua sahabat kala itu.Manusia tercinta itu, hampir usai menunaikan tugasnya di dunia. Tanda-tanda itu semakin kuat, tatkala Ali dan Fadhal dengan sigap menangkap Rasulullah yang limbung saat turun dari mimbar.

Saat itu, seluruh sahabat yang hadir di sana pasti akan menahan detik-detik berlalu, kalau bisa. Matahari kian tinggi, tapi pintu Rasulullah masih tertutup. Sedang di dalamnya, Rasulullah sedang terbaring lemah dengan keningnya yang berkeringat dan membasahi pelepah kurma yang menjadi alas tidurnya.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. "Bolehkah saya masuk?" tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk, "Maafkanlah, ayahku sedang demam," kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu.

Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, "Siapakah itu wahai anakku?" "Tak tahulah aku ayah, sepertinya ia baru sekali ini aku melihatnya," tutur Fatimah lembut.

Lalu, Rasulullah menatap putrinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Satu-satu bagian wajahnya seolah hendak di kenang. "Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malakul maut," kata Rasulullah, Fatimah pun menahan ledakkan tangisnya.

Malaikat maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibril tak ikut menyertai. Kemudian dipanggilah Jibril yang sebelumnya sudah bersiap diatas langit dunia menyambut ruh kekasih Allah dan penghulu dunia ini.

"Jibril, jelaskan apa hakku nanti dihadapan Allah?" Tanya Rasululllah dengan suara yang amat lemah. "Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti ruhmu. Semua surga terbuka lebar menanti kedatanganmu," kata jibril.

Tapi itu ternyata tak membuat Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan. "Engkau tidak senang mendengar kabar ini?" Tanya Jibril lagi. "Kabarkan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?"

"Jangan khawatir, wahai Rasul Allah, aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku: 'Kuharamkan surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada didalamnya," kata Jibril.

Detik-detik semakin dekat, saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan ruh Rasulullah ditarik Tampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh, urat-urat lehernya menegang. "Jibril, betapa sakit sakaratul maut ini."

Lirih Rasulullah mengaduh. Fatimah terpejam, Ali yang di sampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril membuang muka. "Jijikkah kau melihatku, hingga kaupalingkan wajahmu Jibril?" Tanya Rasulullah pada Malaikat pengantar wahyu itu. "Siapakah yang tega, melihat kekasih Allah direnggut ajal," kata Jibril.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah memekik, karena sakit yang tak tertahankan lagi. "Ya Allah, dahsyat niat maut ini, timpakan saja semua siksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku." Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu, Ali segera mendekatkan telinganya. "Uushiikum bis shalati, wa maa malakat aimanuku, peliharalah shalat dan santuni orang-orang lemah di antaramu."

Di luar pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan.Fatimah menutupkan tangan di wajahnya, dan Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. "Ummatii, ummatii, ummatiii?" - "Umatku, umatku, umatku"

Dan, pupuslah kembang hidup manusia mulia itu. Kini, mampukah kita mencinta sepertinya? Allahumma sholli 'ala Muhammad wa baarik wa salim 'alaihi

* * *
Betapa cintanya Rasulullah kepada kita.

(coppast dri dudung.net)

Jumat, 09 April 2010

Tiga Golongan Orang yang Tidak Masuk Surga

Sabda Rasulullah saw. : “Ada tiga orang yang tidak akan Allah masukkan kedalam surga : Pecandu khamr (Peminum minuman keras), orang yang durhaka kepada kedua orang tua, dan ADDAYYUS, yakni laki-laki yang membiarkan isterinya berbuat serong”. (HR.Ahmad)

Dalam Hadits diatas Rasulullah saw. menerangkan tentang adanaya tiga golongan orang yang diharamkan oleh Allah masuk kedalam surgaNya yaitu :

1. Meminum minuman keras.

Sebab diharamkannya minum minuman keras, adalah karena banyaknya bahaya atau mudharat yang ditimbulkannya. Seorang yang berada dibawah pengaruh minuman keras dapat membahayakan orang lain, dan disamping itu pula akibat perbuatan itu dapat menghilangkan akal pikiran sehingga ia tidak dapat melaksanakan perintah Allah seperti sholat.

2. Durhaka Kepada Orang Tua.

Durhaka kepada orang tua artinya tidak mau berbakti kepadanya. Dalam sebuah buku yang berjudul “al-Kabair” yang dikarang oleh ulama kenamaan bernama Adz-Dzahabi disebutkan, bahwa berbakti kepada kedua orang tua mencakup tiga hal yakni : menaati perintahnya yang benar, menjaga amanah yang dipercayakan mereka, dan memperhatikan kebutuhan mereka dan membahagiakan keduanya. Sedangkan bila mereka telah tiada, hanya dengan do’a yang bisa membahagiakan mereka itupun harus didukung oleh kesholehan si anak baru do’a bisa diterima.

3. Ad-Dayyus

Suami yang dayyus adalah suami yang tidak memperdulikan busana yang dikenakan isterinya apakah telah memenuhi syarat penutup aurat seperti busana muslimah, atau mengenakan jilbab. Juga termasuk suami yang dayyus apabila membiarkan isterinya bergaul dan berbicara dengan lelaki yang bukan muhrim tanpa kepentingan yang betul-betul mendatangkan kemashlahatan dan urusan yang benar-benar pokok. Dan termasuk pula suami yang dayyus apabila tidak mencegah atau tidak perduli dan tidak berusaha untuk memperbaiki keluarganya apabila melakukan suatu perbuatan menyimpang dari ajaran agama.

Ketiga golongan diatas merupakan gambaran tentang manusia yang sangat jauh dari syurga dan sangat dekat dengan nereka. Maka oleh sebab itu hendaklah kita senantiasa berupaya dan berusaha agar tidak termasuk salah satu dari mereka dengan berusaha meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT.